Globalisasi membuat dunia seakan
tanpa batas. Salah satu ‘hasil’-nya, tayangan-tayangan televisi mengalir
deras mewarnai kehidupan sebagian besar rumah tangga muslim tanpa
terbendung. Ini jelas membawa implikasi serius. Tanpa disadari,
kerusakan akhlak telah menjadi ancaman di depan mata.
Kususun tulisan yang sederhana ini, menghimpun akibat buruk media televisi dan media audiovisual lainnya.
Pertama,
melalui layar televisi dan media sejenis, seseorang akan memandang
wanita, padahal hal ini diharamkan, sama saja baik memandang kepada diri
wanita tersebut maupun sekadar gambarnya. Firman Allah ‘azza wa jalla:
قُل لِّلۡمُؤۡمِنِينَ يَغُضُّواْ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِمۡ وَيَحۡفَظُواْ فُرُوجَهُمۡۚ
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, hendaknya mereka menundukkan pandangan-pandangan mereka.” (an-Nur: 30)
Apabila memandang wajah wanita tidak
diperbolehkan, bagaimana pula dengan orang yang melihat rambut wanita,
terkadang dada bahkan seluruh tubuhnya, seakan-akan wanita tersebut
adalah hewan yang berjalan di atas bumi. Semua itu, biasanya menimbulkan
keinginan atau fantasi untuk melakukan hal-hal yang Allah ‘azza wa jalla haramkan kaitannya dengan hasrat seksual.
Demikian pula seorang wanita akan memandang laki-laki, sementara seorang wanita berdosa apabila memandang laki-laki. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِنَّ
“Dan katakanlah kepada kaum wanita yang beriman, hendaknya mereka menundukkan pandangan mereka.” (an-Nur: 31)
Kedua, media
ini menayangkan sisi buruk kehidupan masyarakat Barat serta visualisasi
tentang gaya hidup musuh-musuh Islam yang acap ditiru oleh kaum
muslimin. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk kaum tersebut.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad, dihasankan oleh Ibnu Taimiyah, Ibnu Hajar, dan asy-Syaikh al-Albani sebagaimana dalam Jilbabul Mar’ah al-Muslimah, hlm. 203—204, dan juga oleh asy-Syaikh Muqbil)
Ketiga, menonton televisi berarti telah menghabiskan waktu untuk kegiatan yang tidak ada manfaatnya, sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
“Dua nikmat yang sebagian besar manusia terlena karenanya, (yakni) kesehatan dan waktu luang.” (Sahih, HR. al-Bukhari)
Keempat,
shalat pun terabaikan dari waktunya. Terkadang berkumandang panggilan
shalat ketika sebuah acara TV berlangsung, namun ia tidak menyambutnya
hingga tuntasnya acara. Atau ia pergi menunaikannya, namun hatinya
tersibukkan oleh keinginan untuk kembali mengikuti kelanjutan tayangan
itu, sehingga menghilangkan kekhusyukan shalatnya. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
فَوَيۡلٞ لِّلۡمُصَلِّينَ ٤ ٱلَّذِينَ هُمۡ عَن صَلَاتِهِمۡ سَاهُونَ ٥
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu yang lalai dari shalatnya.” (al-Ma’un: 4—5)
إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتۡ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ كِتَٰبٗا مَّوۡقُوتٗا ١٠٣
“Sesungguhnya shalat adalah ketetapan yang telah ditentukan waktunya bagi kaum yang beriman.” (an-Nisa’: 103)
Kelima,
anak-anak terdidik oleh keyakinan-keyakinan yang rusak melalui film-film
kartun. Padahal cukup bagimu adanya hukum akan haramnya gambar hewan
dan makhluk yang bernyawa, yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkannya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ يُعَذَّبُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيُقَالُ لَهُمْ: أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ
“Sesungguhnya
pembuat gambar-gambar ini, mereka akan diazab pada hari kiamat dan
dikatakan kepada mereka: ‘Hidupkanlah ciptaanmu ini’.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Apa yang akan kita lihat dalam diri anak yang belajar dari film kartun? Bertakwalah kepada Allah ‘azza wa jalla, wahai ayah bunda! Isilah waktu anak-anak kita dengan kesibukan menghafal Al-Qur’an maupun Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena kita akan ditanya tentang mereka pada hari kiamat nanti. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٞ شِدَادٞ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ ٦
“Wahai
orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, di dalamnya
terdapat malaikat-malaikat yang keras lagi kasar yang tidak pernah
memaksiati Allah dalam apa yang diperintahkan kepada mereka, dan mereka
melaksanakan apa yang diperintahkan pada mereka.” (at-Tahrim: 6)
Keenam, ketika
menyaksikan televisi tentu juga akan mendengar nyanyian (musik) yang
telah diharamkan oleh nash Al-Qur’an dan As-Sunnah serta kesepakatan
as-salafush shalih. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَشۡتَرِي لَهۡوَ ٱلۡحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ بِغَيۡرِ عِلۡمٖ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا
“Dan ada
sebagian manusia yang membeli perkataan yang sia-sia untuk menyesatkan
manusia dari jalan Allah tanpa ilmu dan ia menjadikannya sebagai
permainan.” (Luqman: 6)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda:
لَيَكُوْنَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّوْنَ الْحَرَّ وَالْحَرِيْرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ
“Sungguh akan ada dari kalangan umatku suatu kaum yang menghalalkan zina dan sutra (bagi laki-laki) serta khamr dan nyanyian.” (HR. al-Bukhari secara mu’allaq, dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah no. 91)
Ketujuh, tak jarang terjadi pelecehan terhadap sejarah hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat melalui sandiwara atau film yang di dalamnya berisi sesuatu yang tidak benar tentang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ataupun para sahabat. Ini termasuk kedustaan atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda:
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبََوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barang siapa yang membuat kedustaan atasku dengan sengaja maka hendaknya ia menyiapkan tempat duduknya di neraka.” (Sahih, HR. al-Bukhari dan Muslim)
Kedelapan, televisi pun turut menyebarkan perkara bid’ah. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan ancaman:
وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Ahmad dan yang lainnya)
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِناَ هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu di dalam agama kami ini yang bukan darinya maka tertolak.” (Sahih, HR. al-Bukhari dan Muslim)
Kesembilan, televisi menyebarkan berita, baik yang benar maupun yang tidak benar kepada para pemirsanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan kita dari menukilkan setiap berita atau setiap perkara yang kita dengar:
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
“Cukuplah seorang dikatakan pendusta bila ia menyampaikan setiap apa yang ia dengar.” (Sahih, HR. Muslim)
Kesepuluh, setelah pemilik pesawat televisi meninggal dunia, ia mewariskan kemaksiatan bagi anak-anaknya. Sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
سَنَّ فِي الْإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ
مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ
أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
“Barang siapa
membuat suatu sunnah yang jelek di dalam Islam maka dia menanggung
dosanya dan dosa orang-orang yang mengikutinya setelahnya tanpa
mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (Sahih, HR. Muslim)
Kesebelas, setelah ‘Isya (prime time)
di televisi selalu ditayangkan berbagai acara ‘menarik’. Demikian terus
hingga tengah malam, hingga manusia tersibukkan dari berzikir kepada
Allah ‘azza wa jalla. Padahal setiap sepertiga malam yang akhir Allah ‘azza wa jalla turun ke langit dunia dan berfirman:
مَنْ يَدْعُوْنِي فَأَسْتَجِيْبَ لَهُ؟ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ؟ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ؟
“Siapakah yang
berdoa kepada-Ku, hingga Aku akan mengabulkannya? Siapakah yang meminta
kepada-Ku yang Aku akan memberinya? Siapakah yang meminta ampunan-Ku
hingga Aku akan mengampuninya?” (Sahih, HR. al-Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berbincang-bincang kosong setelah ‘Isya. Lalu bagaimana halnya orang yang bergadang dalam keadaan bermaksiat?
Kedua belas,
seorang yang terbiasa menikmati televisi berarti menenggelamkan dirinya
dalam kemaksiatan, hingga dirinya tidak lagi merasa tengah bermaksiat.
Ibarat ungkapan, terlalu banyak sentuhan akan menghilangkan kepekaan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Fitnah itu terbentang dalam hati
sebagaimana tikar selapis demi selapis. Hati mana pun yang menyambutnya,
maka fitnah itu akan meninggalkan satu noda hitam, sedangkan hati yang
mengingkarinya maka padanya terdapat bekas berwarna putih. Sehingga hati
itu ada dua, hati yang putih seperti batu karang yang tidak akan
berpengaruh padanya satu fitnah pun selama masih ada langit dan bumi,
dan yang lain hati yang hitam, yang tidak mengenal yang baik dan tidak
mengingkari perkara yang mungkar, ia semata-mata mengikuti hawa
nafsunya.” (Sahih, HR. Muslim)
Ketiga belas,
seringkali televisi menayangkan berita kecanggihan persenjataan kaum
kuffar, atau berita yang membesar-besarkan kekuatan Amerika Serikat,
Rusia, atau negara-negara kafir lainnya. Ini menyebarkan kegelisahan dan
acap membuat kaum muslimin takut terhadap musuh-musuhnya dan melupakan
kekuasaan Allah ‘azza wa jalla serta keperkasaan-Nya. Yang demikian ini adalah salah satu siasat musuh-musuh Islam—semoga Allah ‘azza wa jalla menghancurkan mereka. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
لَا يَرۡقُبُونَ فِي مُؤۡمِنٍ إِلّٗا وَلَا ذِمَّةٗۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُعۡتَدُونَ ١٠
“Orang-orang
musyrik itu tidak menjaga hubungan kekerabatan dengan orang-orang mukmin
dan tidak pula menunaikan perjanjian, dan mereka itulah orang-orang
yang melampaui batas.” (at-Taubah: 10)
أَتَخۡشَوۡنَهُمۡۚ فَٱللَّهُ أَحَقُّ أَن تَخۡشَوۡهُ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ١٣
“Apakah kalian
takut kepada mereka, sementara Allah-lah yang lebih berhak untuk kalian
takuti jika kalian benar-benar orang yang beriman.” (at-Taubah: 13)
Keempat belas,
berbagai tayangan televisi secara tidak langsung mengajarkan cara-cara
mencuri, merampok, dan tindak kriminal lainnya. Bahkan juga ditayangkan
cara pembuatan khamr. Demikian seterusnya…
Kelima belas, ingatlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ثَلاَثٌ
لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: العَاقُّ
لِوَالِدَيْهِ، وَالْمَرْأَةُ المُتَرَجِّلَةُ الْمُتَشَبِّهَةُ
بِالرِّجَالِ، وَالدَّيُّوْثُ
“Tiga golongan
yang tidak akan dilihat Allah pada hari kiamat: orang yang durhaka
kepada kedua orang tuanya, wanita yang menyerupai laki-laki, dan
dayyuts.” (HR. Ahmad dan an-Nasa’i, disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 3071)
Dalam lafadz Ahmad:
ثَلاَثٌ
قَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِمُ الْجَنَّةَ: مُدْمِنُ الْخَمْرِ،
وَالْعَاقُّ، وَالدَّيُّوْثُ الَّذِي يُقِرُّ فِي أَهْلِهِ الْخَبَثَ
“Tiga golongan
yang Allah haramkan surga atas mereka: pecandu minuman keras, orang yang
durhaka kepada kedua orang tuanya, dan dayyuts yaitu orang yang
membiarkan kemaksiatan dalam keluarganya.”
Dari hadits di atas, kita ketahui bahwa
dayyuts adalah orang yang ridha keluarganya berbuat kemungkaran di dalam
rumahnya. Maka, kita pun hendaknya menyadari bahwa seluruh bahaya di
atas adalah kemungkaran yang terjadi di dalam rumah kita. Apakah kita
rela jika kelak Allah ‘azza wa jalla tidak melihat kepada kita pada hari kiamat nanti? Kita memohon kepada Allah ‘azza wa jalla ampunan dan keselamatan, serta memohon agar Allah ‘azza wa jalla memberi taufik kepada kita untuk menaati-Nya.
(Diterjemahkan secara ringkas
dan dengan sedikit perubahan dari ‘Isyruna Mafsadah min Mafasid
at-Tilifza. Tulisan ini pernah diperlihatkan oleh penulis kepada
asy-Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i rahimahullah dan beliau
menganjurkan agar disebarkan)
Ditulis oleh Ummu Affan & Ummu Abdirrahman
Sumber http://asysyariah.com/musuh-dalam-selimut/
Sumber http://asysyariah.com/musuh-dalam-selimut/