Komunis adalah sebuah kata yang tabu di telinga mayoritas rakyat
Indonesia, terlebih kaum muslimin. Bahkan, sebagian orang mungkin
sangat trauma ketika mendengar kata-kata komunis, karena dapat membuka
luka lama dan mengingatkan rekam jejak orang-orang komunis yang sadis,
kejam, dan tak berperikemanusiaan. Dengan kendaraan Partai Komunis
Indonesia (PKI), mereka bergerak. Berbagai operasi berdarah pun mereka
lakukan atas nama revolusi.
Menelisik sejarahnya, orang-orang komunis di negeri ini tak pernah
patah arang mewujudkan cita-cita jahat mereka, yaitu merebut kekuasaan
tertinggi di bumi Nusantara ini dan menjadikannya sebagai negara
komunis. Makar dan kekuatan terselubung senantiasa mereka himpun.
Kader-kader setia mereka, baik sipil maupun militer, didoktrin siaga
untuk menjalankan komando atasan.
Pada saatnya mereka akan bergerak dengan cepat. Bila demikian, segala
cara akan mereka halalkan. Meskipun harus membunuh, menyiksa, dan
berjalan di atas darah mayat-mayat manusia yang mati bergelimpangan.
Sebagaimana yang terjadi di Uni Soviet, induk semang PKI baik di masa
Vladimir Ilyich Lenin maupun Joseph Stalin.
Pada November 1926, PKI memimpin pemberontakan melawan pemerintahan
kolonial Belanda di Jawa Barat dan Sumatera Barat. PKI mengumumkan
terbentuknya sebuah republik. Pemberontakan ini dapat dihancurkan secara
brutal oleh penguasa kolonial dan pada 1927 PKI dinyatakan terlarang.
Walau demikian PKI tak putus asa. Sebagai kekuatan komunisme terbesar
nomor tiga dunia saat itu setelah Uni Soviet dan Republik Rakyat
Tiongkok (RRT), PKI terus bergerak di bawah tanah.
Pada 11 Agustus 1948 Musso (salah seorang tokoh senior PKI) kembali
ke Jakarta setelah dua belas tahun tinggal di Uni Soviet. Politbiro PKI
direkonstruksi, termasuk D.N. Aidit, M.H. Lukman dan Njoto. Pada 5
September 1948 Musso memberikan pidato anjuran agar Indonesia merapat
kepada Uni Soviet. Anjuran itu akhirnya berujung pada peristiwa
pemberontakan PKI di Madiun, Jawa Timur.
Ketika bangsa Indonesia dalam keadaan genting, sedang bersiap-siap
menghadapi kemungkinan agresi Belanda II, PKI berkhianat terhadap bangsa
dan negara dengan melakukan pemberontakan di Kota Madiun, Jawa Timur.
Pada 18 September 1948, PKI mengumumkan proklamasi ‘Republik Soviet
Indonesia’ dengan Musso sebagai Presiden dan Amir Syarifuddin sebagai
Perdana Menteri. Namun, dengan pertolongan dari Allah subhanahu wa ta’ala, pada
30 September Madiun bisa diambil alih oleh Tentara Nasional Indonesia
(TNI) dari Divisi Siliwangi. Musso dan beberapa pemimpin PKI lainnya
berhasil ditangkap dan dieksekusi pada 31 Oktober 1948.
PKI bangkit kembali pada tahun 1950. Berbagai kegiatannya mulai aktif, termasuk penerbitan dengan organ utamanya Harian Rakjat dan Bintang Merah.
Di bawah kepemimpinan D.N. Aidit, PKI berkembang sangat pesat. Di
samping kaderisasi ke dalam terus dilakukan, pendekatan kepada kaum
nasionalis dan agamis pun digalakkan. Tak heran, pada era 1960-an
dicetuskan istilah NASAKOM (Nasionalisme, Agama, Komunisme) oleh
Presiden Soekarno. Sekian tahun lamanya, PKI dapat mengambil hati
presiden. Tokoh-tokohnya pun banyak yang menduduki jabatan strategis
pemerintahan.
Pada 14 September 1965, D.N. Aidit mengalamatkan kepada gerilyawan
PKI untuk mendesak anggota agar waspada dari berbagai kemungkinan yang
akan datang. Pada 30 September 1965, Pemuda Rakyat dan Gerwani—dua
organisasi PKI—menggelar unjuk rasa massal di Jakarta terkait dengan
inflasi yang melanda.
Pada malam 30 September dan 1 Oktober 1965, enam jenderal senior
Indonesia dibunuh dan mayat mereka dibuang ke dalam sumur. Pembunuh para
jenderal mengumumkan keesokan harinya bahwa Dewan Revolusi baru telah
merebut kekuasaan. Mereka menyebut diri sebagai Gerakan 30 September
(G30S).
Dengan pertolongan dari Allah subhanahu wa ta’ala kemudian
kerja sama yang baik antara TNI dengan rakyat terutama kaum muslimin,
pemberontakan G30S/PKI ini dapat dihancurkan dan dinyatakan sebagai
partai terlarang pada tahun berikutnya. (Disadur dari https://id.m.wikipedia.org/wiki/Partai_Komunis_Indonesia/ dengan beberapa tambahan)
Demikianlah Partai Komunis Indonesia alias PKI, mereka sangat
berambisi untuk menguasai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan
menjadikannya sebagai negara komunis. Walau sudah puluhan tahun dibatasi
ruang gerak mereka, namun geliat gerakan bawah tanahnya terus berjalan.
Secara senyap mereka bermetamorfosa menjadi bentuk baru, dan menyusup
ke berbagai lini tanpa disadari.
Manakala banyak tokoh pelaku sejarah yang kontra-PKI telah meninggal
dunia, mereka pun mulai bangkit secara nyata dan sok tampil sebagai
penuntut keadilan dengan memutar fakta sejarah seolah-olah mereka adalah
korban. Terkait hal di atas, KASAD TNI Jenderal Mulyono pada 30
September 2015 lalu memberikan peringatan waspada kepada seluruh rakyat
Indonesia sebagaimana berikut.
“Komunis akan bermetamorfosa menjadi bentuk baru, gerakannya makin sulit dikenali dan menyusup ke berbagai lini tanpa disadari.”
“Kebangkitan ideologi komunis makin terlihat nyata, ada kelompok yang
ingin memutar fakta sejarah seolah mereka adalah korban.” (http://m.detik.com/news/berita/3032290/ksad-kebangkitan-ideologi-komunis-semakin-nyata-waspada/)
Bila demikian, PKI dan ideologi komunisme dengan segala bentuknya
ibarat bom waktu yang setiap saat siap meledak di Negara Kesatuan
republik Indonesia (NKRI) ini. Maka dari itu, wajib bagi seluruh warga
negara terutama kaum muslimin untuk waspada. Dengan memohon pertolongan
kepada Allah subhanahu wa ta’ala, berpegang teguh dengan Kitab
Suci al-Qur’an dan Sunnah Nabi-Nya yang mulia dengan pemahaman para
sahabat yang mulia, serta bahu-membahu dengan pemerintah, baik sipil
maupun militer.
Namun, tak kalah pentingnya bagi kita untuk mengetahui kesesatan
komunisme selaku ideologi. Sebab, dari situlah semua gerakan mereka
berawal: di ranah politik, sosial, agama, berbangsa, dan bernegara.
Harapannya, dengan mengetahui kesesatan ideologinya akan lebih kokoh
dalam membentengi diri, keluarga, bangsa dan negara dari bahaya laten
komunis.
Komunisme dan Latar Belakangnya
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa
komunisme adalah paham atau ideologi (di bidang politik) yang menganut
ajaran Karl Marx dan Fredrich Engels yang bermaksud menghapus hak milik
perseorangan dan menggantikannya dengan milik bersama yang dikontrol
oleh negara.
Merunut asal usulnya, komunisme merupakan buah dari akar-akar
ideologi sosialisme yang digulirkan oleh seorang keturunan Yahudi Jerman
yang bernama Karl Marx. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
disebutkan, sosialisme adalah ajaran atau paham kenegaraan dan ekonomi
yang berusaha supaya harta benda, industri, dan perusahaan menjadi milik
negara.
Dari sisi latar belakang, ideologi sosialisme-komunisme muncul ketika
kalangan atas alias borjuis banyak menguasai permodalan usaha dan tak
memedulikan kalangan bawah (proletar). Dengan kata lain,
sosialisme-komunisme muncul untuk menumbangkan kapitalisme-imperialisme
barat yang saat itu sedang berjaya.
Kaum sosialis-komunis bercita-cita agar kalangan bawah (proletar)
yang mayoritasnya adalah buruh dan petani bisa sejahtera dan berkuasa.
Menurut anggapan mereka, hanya dengan sosialisme-komunisme cita-cita
tersebut akan tercapai.
Di antara langkah yang harus ditempuh adalah memasukkan harta benda,
industri, dan perusahaan ke dalam kepemilikan negara, tidak boleh
dimiliki oleh perseorangan (swasta). Dengan demikian, tidak ada
kesempatan bagi kalangan borjuis untuk menguasai modal dan menimbun
harta. Dengan itulah—menurut mereka—kapitalisme dapat ditumbangkan dan
keadilan dapat ditegakkan.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa pemantik utama bergulirnya
sosialisme adalah perbedaan kelas atau tingkat sosial kemasyarakatan
yang dinilai dengan standar materi dan pembelaan terhadap kalangan bawah
(proletar). Adapun komunisme merupakan penerapan radikal dari
sosialisme dalam lapangan politik. Untuk pertama kalinya, komunisme
diterapkan dalam lapangan politik di Uni Soviet oleh Vladimir Ilyich
Lenin.
Asy-Syaikh al-Allamah Rabi’ bin Hadi al-Madkhali y ketika mengkritisi
paham sosialis yang ada pada Sayyid Quthb mengatakan, “Tidak
tersembunyi bahwa ini adalah argumentasi orang-orang komunis dan
sosialis untuk menguasai harta manusia dan menjadikannya milik bersama
dengan isu keadilan, persamaan, dan kepentingan bersama.
Itulah argumentasi orang-orang komunis dan sosialis, padahal itu
adalah kezaliman, kecurangan, pendiskreditan umat manusia dan berbagai
kepentingan mereka, serta menjadikan orang-orang kaya di antara mereka
dan orang-orang miskin sebagai budak-budak yang hina setelah harta
mereka dirampas.
Berbagai jaminan palsu yang dipromosikan oleh orang-orang sosialis
itu pun pasti akan menguap dan sirna. Cukuplah rekam jejak
pemerintahan-pemerintahan sosialis-komunis sebagai pelajaran terbesar
bagi orang-orang yang dapat mengambil pelajaran.” (Adhwa’ Islamiyyah ala Aqidah Sayyid Quthb wa Fikrihi, hlm. 215—216)
Islam menolak komunisme dan kapitalisme. Islam berada di antara
keduanya dan tidak membutuhkan keduanya. Komunisme memasung hakhak
kalangan atas. Kapitalisme memasung hak-hak kalangan bawah.
Islam tidak memasung hak-hak keduanya, justru memerhatikannya.
Kalangan atas dan kalangan bawah, sama-sama mendapatkan haknya secara
adil, sesuai kapasitas dan porsinya. Islam tidak menjadikan kalangan
atas dan kalangan bawah sebagai dua tingkatan yang bermusuhan. Bahkan,
Islam berupaya merapatkan keduanya dalam tatanan kehidupan sosial
kemasyarakatan yang indah dan menjadikan keduanya sebagai dua kekuatan
yang saling melengkapi. Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyandingkan
sahabat yang kaya dengan yang miskin dalam majelis-majelis beliau.
Bahkan, dalam shalat berjamaah lima waktu yang merupakan momen
bermunajat kepada Allah paling mulia dalam Islam, nyaris tak terbedakan
antara si kaya dan si miskin. Semua berdiri sama tinggi dan sama rendah
menghadap Allah subhanahu wa ta’ala. Nilai kemuliaan seseorang tidak terletak pada materi atau tingkatan sosialnya, tetapi pada ketakwaannya kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Di dalam Islam, kekayaan berupa harta benda, industri, perusahaan dan lain-lain merupakan rezeki yang datang dari Allah subhanahu wa ta’ala. Dengan keadilan-Nya yang Mahasempurna, Allah subhanahu wa ta’ala
mengatur pembagian rezeki tersebut kepada siapa saja yang Dia kehendaki
sesuai dengan porsinya masing-masing. Ada yang diberi kelapangan dan
ada pula yang diberi kesempitan. Semua itu sebagai tanda kekuasaan-Nya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
أَوَ لَمۡ يَعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ يَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن يَشَآءُ وَيَقۡدِرُۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يُؤۡمِنُونَ ٥٢
“Tidakkah mereka mengetahui bahwa
Allah melapangkan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang
dikehendaki-Nya? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat
tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman.” (az-Zumar: 52)
وَٱللَّهُ فَضَّلَ بَعۡضَكُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖ فِي ٱلرِّزۡقِۚ
“Dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rejeki.” (an-Nahl: 71)
Islam selalu merekatkan hubungan antara kalangan atas dan kalangan
bawah, si kaya dan si miskin. Tidak seperti kapitalisme yang
memposisikan kalangan atas pada posisi yang tinggi, sementara kalangan
bawah menjadi orang rendahan yang tak mungkin disandingkan. Tidak pula
seperti komunisme yang memosisikan kalangan atas sebagai musuh yang
harus diperangi dan diambil hartanya, sementara kalangan bawah menjadi
kaum tertindas yang harus dibela dan diperjuangkan haknya.
Di antara bentuk bimbingan Islam yang indah dalam merekatkan hubungan
antara kalangan atas dengan kalangan bawah adalah adanya zakat, infak,
dan sedekah dengan berbagai jenisnya; zakat mal (harta), zakat
peternakan, zakat hasil pertanian, rikaz, dan lain-lain. Ia
dikeluarkan oleh si kaya lalu disalurkan kepada yang berhak
mendapatkannya, termasuk orang-orang fakir dan miskin. Bahkan, tidaklah
zakat fitrah disalurkan melainkan untuk kalangan bawah fakir dan miskin
semata.
Adanya kaffarah (denda) karena pelanggaran tertentu dalam
agama dengan cara membebaskan budak atau memberi makan fakir dan miskin
juga merupakan sentuhan langsung terhadap kalangan bawah. Tuntunan
memasak daging dengan kuah yang banyak supaya bisa berbagi dengan
tetangga, menyantuni anak-anak yatim dan para janda, larangan membunuh
anak-anak, wanita, dan orang lanjut usia (lansia) dalam pertempuran,
hingga anjuran tebar senyum sebagai bentuk sedekah; merupakan bukti
tentang perhatian Islam terhadap kalangan bawah.
Di sisi lain, Islam memberikan kebebasan bagi siapa saja untuk
mencari rezeki. Segala yang dihasilkan dari jerih payah tersebut berupa
harta benda, industri, perusahaan dan lain-lain pun sah menjadi hak
miliknya. Dia berkewenangan untuk mengelolanya dan menikmati hasilnya.
Ini menunjukkan bahwa Islam memerhatikan kalangan atas.
Namun, Islam mengharamkan kezaliman dan tindakan semena-mena. Islam
tidak menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang dan meraup
keuntungan. Maka dari itu Islam mengharamkan riba, suap, monopoli
perdagangan, kecurangan, penimbunan barang dagangan agar harga
melambung, dan tindakan liar lainnya. Ini menunjukkan bahwa Islam
kontra-kapitalisme.
Pokok-Pokok Ideologi Komunis
Banyak orang mengira bahwa sosialisme-komunisme hanyalah sebatas
ideologi yang berkaitan dengan sistem ekonomi dan politik yang bermaksud
menghapus milik perseorangan dan menggantikannya dengan milik bersama.
Sebuah ideologi yang kontra total dengan kapitalisme dan berusaha
mengangkat derajat kalangan bawah. Padahal masalahnya tak sebatas itu.
Sosialisme-komunisme mempunyai pokok-pokok ideologi kufur yang sangat
bertentangan dengan Islam bahkan semua agama samawi. Pokok-pokok
ideologi komunis tersebut antara lain,
- Tidak ada tuhan, dan hidup adalah materi (materialistis)
- Ingkar terhadap hari kiamat
- Ingkar terhadap al-Jannah (surga) dan an-Naar (neraka)
- Menentang semua agama
Asy-Syaikh al-Allamah Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Di antara akidah kufur yang bertentangan dengan akidah yang benar dan menyelisihi agama yang dibawa oleh para rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
keyakinan kaum ateis masa kini pengikut Karl Marx, Vladimir Ilyich
Lenin, dan para penyeru ateis dan kekufuran selain mereka, baik mereka
beri nama dengan sosialisme, komunisme, ba’ts, atau yang selainnya.
Di antara pokok-pokok ideologi mereka antara lain; tidak ada tuhan,
dan hidup adalah materi (materialistis), ingkar terhadap hari kiamat,
ingkar terhadap al-Jannah dan an-Naar, dan menentang semua agama.
Barang siapa meneliti buku-buku referensi mereka dan mengkaji
pokok-pokok ideologi mereka, niscaya ia akan tahu dengan penuh keyakinan
dan tanpa keraguan bahwa akidah ini bertentangan dengan semua agama
samawi. Dia juga akan yakin bahwa akidah ini akan mengantarkan
penganutnya kepada kesudahan terburuk di dunia dan di akhirat.” (al-Aqidah ash-Shahihah wama Yudhadduha, hlm. 12—13)
Ideologi mereka bahwa tidak ada tuhan, dan hidup adalah materi
(materialistis); sungguh merupakan kekufuran yang nyata. Ideologi bahwa
tidak ada tuhan (baca: Rabb) yang menciptakan alam semesta dan seisinya
adalah ideologi ateis yang membinasakan. Ia bertentangan dengan Kitab
Suci dan fitrah yang suci. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
أَمۡ خُلِقُواْ مِنۡ غَيۡرِ شَيۡءٍ أَمۡ هُمُ ٱلۡخَٰلِقُونَ ٣٥ أَمۡ خَلَقُواْ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَۚ بَل لَّا يُوقِنُونَ ٣٦
“Apakah mereka diciptakan tanpa
sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?
Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? sebenarnya mereka
tidak meyakini (apa yang mereka katakan).” (ath-Thur: 35—36)
Asy-Syaikh al-Allamah Abdur Rahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah
berkata, “Ini merupakan bentuk penyajian argumen, dengan sesuatu yang
mau tidak mau mereka harus tunduk kepada kebenaran atau keluar dari
konsekuensi akal dan agama. Penjelasannya adalah bahwa mereka
mengingkari tauhidullah dan mendustakan Rasul-Nya yang mengharuskan pengingkaran bahwa Allah yang menciptakan mereka.
Sungguh, telah ditetapkan sebagai hukum akal dan syariat bahwa hal ini tidak keluar dari tiga keadaan, yaitu
(1) bisa jadi mereka tercipta dengan sendirinya, yakni tanpa ada Sang
Pencipta yang menciptakan mereka, tetapi ada dengan sendirinya. Ini
tentunya sangat mustahil. Atau
(2) mereka menciptakan diri mereka sendiri. Ini juga mustahil. Jika
dua kemungkinan itu batil dan mustahil terjadi, tinggal kemungkinan
ketiga bahwa
(3) Allah yang menciptakan mereka.
Jika hal ini telah diakui maka dapatlah diketahui bahwa Allah-lah
satu-satunya Dzat yang patut diibadahi dan tidaklah pantas suatu ibadah
diberikan kecuali hanya kepada-Nya.” (Taisir al-Karimir Rahman, hlm. 816)
Setiap manusia yang mengarungi kehidupan ini pasti mempunyai problem.
Terkadang problem itu amat berat dan sulit dipecahkan. Saat itulah
jiwanya terfitrah mencari tempat bersandar dan mengadu yang di atas
manusia, bahkan yang menciptakan manusia dan seluruh jagat raya.
Ideologi mereka bahwa hidup adalah materi (materialistis) sangat
bertentangan dengan prinsip Islam yang menekankan bahwa hidup adalah
berserah diri dan menghamba kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Tunduk dan patuh kepada-Nya dengan menjalankan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya.
Materi adalah bagian dari kehidupan dunia yang fana. Ia adalah fitnah
yang dapat menjadikan pemiliknya semena-mena dan melampaui batas. Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman,
كَلَّآ إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَيَطۡغَىٰٓ ٦ أَن رَّءَاهُ ٱسۡتَغۡنَىٰٓ ٧
“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas. Karena Dia melihat dirinya serba cukup.” (al-Alaq: 6—7)
Kehidupan materialistis tak ubahnya kehidupan binatang. Itulah kehidupan orang-orang kafir di muka bumi ini. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِنَّ ٱللَّهَ يُدۡخِلُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُۖ وَٱلَّذِينَ كَفَرُواْ يَتَمَتَّعُونَ وَيَأۡكُلُونَ كَمَا تَأۡكُلُ ٱلۡأَنۡعَٰمُ وَٱلنَّارُ مَثۡوٗى لَّهُمۡ ١٢
“Sesungguhnya Allah memasukkan
orang-orang mukmin dan beramal saleh ke dalam al-Jannah yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai. Orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia)
dan mereka makan seperti makannya binatang. Dan Jahannam adalah tempat
tinggal mereka.” (Muhammad: 12)
Ideologi mengingkari hari kiamat, al-Jannah dan an-Naar merupakan
kekufuran yang nyata. Beriman kepada hari kiamat, al-Jannah, dan an-Naar
merupakan salah satu rukun iman yang harus diyakini oleh setiap muslim.
Barang siapa mengingkarinya, dia kafir. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَوۡمَ تَمُورُ ٱلسَّمَآءُ مَوۡرٗا ٩ وَتَسِيرُ ٱلۡجِبَالُ سَيۡرٗا ١٠ فَوَيۡلٞ يَوۡمَئِذٖ لِّلۡمُكَذِّبِينَ ١١ ٱلَّذِينَ هُمۡ فِي خَوۡضٖ يَلۡعَبُونَ ١٢ يَوۡمَ يُدَعُّونَ إِلَىٰ نَارِ جَهَنَّمَ دَعًّا ١٣ هَٰذِهِ ٱلنَّارُ ٱلَّتِي كُنتُم بِهَا تُكَذِّبُونَ١٤
“Pada hari ketika langit benar-benar
bergoncang, dan gunung benar-benar berjalan. Maka kecelakaan yang
besarlah di hari itu bagi orang-orang yang mendustakan, (yaitu)
orang-orang yang bermain-main dalam kebatilan. Pada hari mereka didorong
ke neraka Jahannam dengan sekuat- kuatnya. (Dikatakan kepada mereka),
‘Inilah neraka yang dahulu kamu selalu mendustakannya’.” (ath-Thur: 9—14)
Ideologi mereka menentang semua agama merupakan bukti nyata bahwa
orang-orang komunis itu liar dan tak mau diatur oleh aturan agama.
Menurut bapak komunisme dunia, Karl Marx, agama adalah opium alias
candu. Maksudnya, agama tidak membawa kebaikan dan hanya mendatangkan
malapetaka. Agama hanya menipu dan menyesatkan masyarakat.
Maka dari itu, orang-orang komunis sangat membenci orang yang taat
beragama, terkhusus muslim. Tak heran, di kala mereka mempunyai
kekuasaan dan merajalela, tokoh-tokoh muslimlah yang pertama kali
menjadi target kekejaman dan kebengisan mereka.
Dari paparan di atas dapatlah disimpulkan bahwa komunisme sangat
berbahaya bagi kehidupan umat manusia pada umumnya dan bangsa Indonesia
pada khususnya. Maka dari itu, komunisme tak boleh hidup di Indonesia.
Pokok-pokok ideologinya yang notabene kekufuran nyata dapat
menghancurkan kehidupan beragama kita. Sistem ekonomi dan politiknya
yang radikal terhadap kepemilikan swasta dapat merusak tatanan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pembelaan yang berlebihan terhadap kalangan
bawah alias proletar dan kebencian yang akut terhadap kalangan atas
alias borjuis dapat menimbulkan konflik internal yang berkepanjangan di
tengah-tengah masyarakat Indonesia yang majemuk ini.
Komunisme adalah bahaya laten yang harus senantiasa dipantau,
diwaspadai, dan dipangkas akarnya. Komunisme bagaikan bom waktu yang
harus segera dijinakkan. Untuk menjinakkannya membutuhkan ilmu,
keberanian, ketangkasan, dan penanganan yang tepat. Kalau tidak, bukan
suatu hal yang mustahil peristiwa 1948 di Madiun dan G30S/PKI 1965
terulang kembali. Na’udzu billahi min dzalik…
Mudah-mudahan Allah subhanahu wa ta’ala melindungi bangsa
dan negara Indonesia dari rongrongan dan makar jahat PKI, menjaga para
pemimpin bangsa dan rakyat dari pokok-pokok ideologi komunis yang sesat
dan menyesatkan, dan mencurahkan limpahan barakah kepada segenap insan
muslim yang berteguh diri di atas bimbingan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya yang mulia. Amiin….
Ditulis oleh al-Ustadz Ruwaifi bin Sulaimi, Lc.