Dalam setiap rakaat salat, setiap muslim berdoa kepada Allah agar
ditunjukkan kepada jalan yang lurus. Yaitu jalannya orang-orang yang
telah diberi nikmat oleh Rabb mereka dari kalangan para Nabi, shiddiqin,
syuhada dan shalihin. Bukan jalannya orang-orang yang Allah murkai dan
orang-orang yang sesat. Tatkala Anda membaca surat Al-Fatihah yang
merupakan salah satu rukun salat, maka renungilah kandungan makna
ayat-ayat tersebut dan bagaimana konsekuensinya. Tiada lain kandungannya
adalah perintah untuk mencontoh Rasul n dan berpegang teguh dengan
syariat yang dibawanya. Keteladanan tersebut meliputi segala aspek
kehidupan perihal muamalah, adab, akhlak, dan yang lainnya. Demikian
pula sebaliknya terkandung perintah menyelisihi semua perkara yang
menjadi ciri khas nan identik dengan orang-orang kafir.
Begitu banyak kaum muslimin yang tidak mengetahui atau meremehkan
permasalahan ini. Ya, bodoh serta meremehkan perintah dalam meneladani
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan menyelisihi kaum kafir.
Tidak heran jika fenomena ini merajalela di tengah-tengah kaum muslimin.
Kaum tua dan kaum muda dengan bangga meniru tokoh-tokoh barat yang
menjadi idola mereka. Mereka enggan mengenakan atribut Islami bahkan
malu dan merasa martabatnya jatuh jika memakainya. Padahal akibatnya
bisa sangat fatal karena kesamaan secara dzahir terhadap orang kafir
bisa memunculkan kecintaan dalam batin terhadap mereka. Oleh karenanya
sangat banyak dalil-dalil dalam Al-Qur’an dan sunnah tentang perintah
untuk menyelisihi mereka.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sejak empat belas abad yang silam
telah mengingatkan akan munculnya fenomena ini. Ini sekaligus menjadi
tanda kenabian beliau karena apa yang beliau sampaikan saat itu
benar-benar terjadi. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abu
Said Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Sungguh kalian akan mengikuti tradisi umat-umat
terdahulu bagaikan bulu pada anak panah (maksudnya mengikuti mereka
sampai benar-benar serupa). Sampai sekalipun mereka masuk ke lubang
hewan Dhab, niscaya kalian akan memasukinya.” Para sahabat pun bertanya,
“Wahai Rasulullah, apakah umat-umat terdahulu yang dimaksud adalah
orang-orang Yahudi dan Nasrani? Beliau menjawab, “Siapa lagi kalau bukan
mereka?”
Apa yang yang beliau sabdakan di atas sungguh bisa kita saksikan
realitanya di zaman ini. Betapa banyak gaya hidup kaum muslimin yang
meniru orang-orang ahli kitab. Baik dalam hal ucapan, pakaian,
penampilan dan lain sebagainya. Apabila diuraikan secara terperinci akan
banyak sekali contohnya. Di antaranya adalah perbuatan sebagian kaum
muslimin yang memelihara kumis dan memotong jenggot. Padahal Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sekian banyak hadisnya telah
memerintahkan kaum lelaki supaya memotong kumis dan membiarkan jenggot
tumbuh. Bahkan hal ini merupakan syariat nabi-nabi terdahulu sebagaimana
dikisahkan dalam Al-Qur’an.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam perintahkan hal ini sebagai
bentuk penyelisihan terhadap kaum musyrikin. Karena kebiasaan mereka
adalah memotong jenggot dan memelihara kumis. Menurut tinjauan medispun,
terbukti memotong kumis memberikan beberapa manfaat. Di antaranya
adalah untuk kebersihan mulut agar tidak menjadi sarang kotoran yang
keluar dari hidung. Di samping itu jika kumis terlalu panjang dan
menyentuh bibir, maka bisa mengotori minuman atau makanan yang
terkonsumsi. Sebagaimana kumis yang panjang akan memperburuk penampilan
seorang muslim. Meskipun hal ini dianggap baik oleh sebagian orang yang
tidak tahu agama atau terpengaruh budaya barat.
Di antara fenomena fanatik terhadap budaya barat adalah kebiasaan
sebagian orang yang berbicara dengan bahasa mereka tanpa adanya
keperluan. Para ulama menjelaskan bahwa hukum membiasakan diri memakai
bahasa orang-orang kafir tanpa ada keperluan adalah makruh. Apalagi
sampai mengalahkan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam
mengucapkan salam atau tuntunan beliau yang lainnya. Tidak jarang pula
yang mempelajari bahasa-bahasa asing untuk tujuan-tujuan yang tidak
bermanfaat atau bahkan terlarang. Sementara bahasa arab yang merupakan
bahasa Al-Qur’an dan Sunnah ditinggalkan secara total. Tidak pernah ada
upaya dan keinginan untuk mempelajarinya. Belajar bahasa Arab sangat
penting karena menjadi faktor pendukung dalam memahami Al-Qur’an dan
Sunnah.
Lebih dari itu, kalau kita telusuri di antara fenomena tersebut
adalah taklid terhadap orang-orang kafir dalam peribadatan mereka. Di
antaranya adalah sikap mengekor mereka dalam berbagai kesyirikan seperti
membangun tempat ibadah di atas kuburan. Padahal Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam dengan tegas telah melarangnya, “Allah melaknat
orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah menjadikan kuburan-kuburan
nabi mereka sebagai masjid.” [H.R. Al-Bukhari dan Muslim]. Sungguh
syirik besar ini benar-benar terjadi di tengah umat karena sikap
berlebihan terhadap kuburan orang saleh. Tidak lain semua ini diadopsi
dari adat kebiasaan orang Yahudi dan Nasrani.
Demikian halnya acara-acara bid’ah atau kesyirikan dalam berbagai
perayaan hari besar seperti perayaan maulid Nabi, perayaan Isra dan
Mi’raj, perayaan hari ulang tahun, Valentine, dan masih banyak yang
lainnya. Dalam Islam hanya ada dua hari raya yaitu Idul Fitri dan Idul
Adha. Tanpa disadari ternyata semua itu merupakan sikap taklid terhadap
adat kebiasaan orang-orang kafir. Maka seorang muslim yang baik tidak
silau dan terkecoh dengan banyaknya orang-orang yang melakukannya.
Sebagaimana Fudhail bin Iyadh mengatakan, “Janganlah engkau merasa
rendah diri karena menempuh jalan yang benar meskipun sedikit orang yang
menempuhnya. Dan janganlah kamu tertipu dengan kebatilan meskipun
banyak orang yang melakukannya.” Apa yang kami sebutkan di atas hanya
sekadar contoh dan masih banyak fenomena yang lain di tengah kaum
muslimin. Semoga Allah ta’ala mengokohkan kita di atas kebenaran dan
menjaga kita dari segala tipu daya orang kafir. Allahu a’lam.
[Ustadz Abu Hafy Abdullah]
Sumber http://tashfiyah.com